Beberapa waktu lalu saya mengunjungi beberapa kota di negara
Tiongkok selama beberapa hari. Saya mengamati apa yang terjadi dengan
masyarakat di sana. Sesuatu yang tidak saya duga adalah betapa gaya hidup
masyarakat sudah berubah total melampaui perkiraan saya sebelumnya. Apa yang
kita dengar tentang gaya hidup masa depan terlihat sudah terjadi dengan sangat
maju. Saya ingin membahasnya sesuai judul di atas yaitu mengenai alat
pembayaran masa depan.
Pada tahun 2013 saya mendengar di Indonesia sudah
diwacanakan mengenai upaya pemerintah mengajak masyarakat menuju masyarakat
tanpa uang tunai (cashless society). Sampai hari ini apa yang kita lihat di
Indonesia?
Kembali ke apa yang saya saksikan di negeri Tiongkok. Di
sana semua transaksi tunai sudah sangat minim. Transaksi apa pun sudah
digantikan dengan transaksi cashless.
Di sepanjang jalan kita bisa saksikan sepeda warna warni yang bisa disewa
dengan aplikasi yang terdapat pada smartphone.
Penyewa harus mengunduh aplikasi ke smartphone-nya
lalu bisa memindai kode barcode yang terdapat pada sepeda, lalu penyewa akan
dikirimi kode password untuk membuka
kunci sepeda, maka sepeda bisa dipakai. Penyewa bisa menyudahi sewa sepeda
dengan memarkir sepedanya di tempat tujuan lalu menguncinya, maka pemilik sepeda
akan mengenakan biaya 1 yuan atas sewa sepeda selama kurang dari 1 jam.
Saya pergi ke supermarket dan menyaksikan bagaimana
masyarakat Tiongkok belanja di supermarket. Rata-rata tidak mengeluarkan dompet
ketika membayar. Yang dikeluarkan adalah smartphone-nya. Di smartphone sudah
ada e-wallet dari WeChatPay atau Alipay, dua nama besar yang merajai e-wallet
di Tiongkok. Pengguna tinggal mengeluarkan QR code pada layar smartphone-nya,
dipindai pada alat scanner kasir ketika harus membayar. Selesai sudah proses
pembayaran.
Jangankan supermarket yang cukup besar. Di kios-kios makanan
pinggir jalan pun, semua gerobak sudah memasang info bahwa mereka menerima
pembayaran dengan Wechatpay atau Alipay. Singkat kata budaya cashless sudah
benar-benar terjadi di masyarakat Tiongkok secara nyata, bukan lagi di tataran
wacana.
Kembali ke Indonesia, siang tadi saya ke sebuah food court
ternama yang sudah menggunakan pembayaran dalam bentuk kartu. Pelanggan harus
menukar uang tunai dengan kartu. Saya ditawarkan dua jenis kartu, apakah mau biasa
atau mau member. Jika member tidak ada batas waktu tetapi kalau kartu biasa
sisa uang hanya bertahan 30 hari, jika tidak diuangkan maka akan hangus. Tentu
maksudnya supaya orang pegang kartu member. Saya jarang bersantap di sana
sehingga memutuskan untuk menggunakan kartu biasa saja. Ketika ingin membayar
dengan kartu kredit, dikatakan tidak bisa bayar dengan kartu kredit jika kartu
biasa. Baiklah saya tanya boleh pakai kartu debit? Dijawab boleh tetapi saldo
yang boleh ditarik harus menyisakan sejumlah dana, artinya tidak boleh ditarik
semua. Begitu sulitnya menggunakan pembayaran tanpa uang tunai. Begitu banyak
persyaratannya. Akhirnya lagi-lagi saya bayar tunai, lagi.
Beginilah sikap pelaku bisnis kita. Masih mengutamakan
pembayaran dengan uang tunai. Kita ingat ketika pemerintah memaksa pembayaran
jalan tol semua dengan uang tunai. Banyak sekali suara sumbang yang protes.
Tidak haya dari pengguna, pengelola pun mempersulit. Contohnya, pihak bank akan
mengenakan biaya untuk penambahan saldo kartu uang elektronik, untungnya
akhirnya dibatalkan.
Beberapa peritel pun mempersulit pembayaran tanpa uang tunai
dengan pengenaan biaya pada kartu kredit dan dengar-dengar pihak bank juga memperparah
keadaan dengan rencana pengenaan biaya kepada pihak peritel atas pemakaian
kartu debit.
Tampak sekali baik masyarakat, pelaku usaha, maupun
pemerintah tidak sepenuhnya siap dalam menuju masyarakat tanpa uang tunai.
Di Indonesia wacana dari lembaga keuangan baik bank mau pun non bank sudah banyak berwacana mengenai financial technology tetapi geraknya masih sangat lambat bila kita membandingkan dengan negara lain. Padahal penggunaan tanpa uang tunai lebih banyak manfaatnya. Sudah saatnya semua pihak bersatu padu mewujudkannya.
No comments:
Post a Comment
Note: only a member of this blog may post a comment.