Friday 1 December 2017

Susahnya Menuju Masyarakat Cashless di Indonesia

Beberapa waktu lalu saya mengunjungi beberapa kota di negara Tiongkok selama beberapa hari. Saya mengamati apa yang terjadi dengan masyarakat di sana. Sesuatu yang tidak saya duga adalah betapa gaya hidup masyarakat sudah berubah total melampaui perkiraan saya sebelumnya. Apa yang kita dengar tentang gaya hidup masa depan terlihat sudah terjadi dengan sangat maju. Saya ingin membahasnya sesuai judul di atas yaitu mengenai alat pembayaran masa depan.
Pada tahun 2013 saya mendengar di Indonesia sudah diwacanakan mengenai upaya pemerintah mengajak masyarakat menuju masyarakat tanpa uang tunai (cashless society). Sampai hari ini apa yang kita lihat di Indonesia?

Kembali ke apa yang saya saksikan di negeri Tiongkok. Di sana semua transaksi tunai sudah sangat minim. Transaksi apa pun sudah digantikan dengan transaksi cashless. Di sepanjang jalan kita bisa saksikan sepeda warna warni yang bisa disewa dengan aplikasi yang terdapat pada smartphone. Penyewa harus mengunduh aplikasi ke smartphone-nya lalu bisa memindai kode barcode yang terdapat pada sepeda, lalu penyewa akan dikirimi kode password untuk membuka kunci sepeda, maka sepeda bisa dipakai. Penyewa bisa menyudahi sewa sepeda dengan memarkir sepedanya di tempat tujuan lalu menguncinya, maka pemilik sepeda akan mengenakan biaya 1 yuan atas sewa sepeda selama kurang dari 1 jam.
Saya pergi ke supermarket dan menyaksikan bagaimana masyarakat Tiongkok belanja di supermarket. Rata-rata tidak mengeluarkan dompet ketika membayar. Yang dikeluarkan adalah smartphone-nya. Di smartphone sudah ada e-wallet dari WeChatPay atau Alipay, dua nama besar yang merajai e-wallet di Tiongkok. Pengguna tinggal mengeluarkan QR code pada layar smartphone-nya, dipindai pada alat scanner kasir ketika harus membayar. Selesai sudah proses pembayaran.
Jangankan supermarket yang cukup besar. Di kios-kios makanan pinggir jalan pun, semua gerobak sudah memasang info bahwa mereka menerima pembayaran dengan Wechatpay atau Alipay. Singkat kata budaya cashless sudah benar-benar terjadi di masyarakat Tiongkok secara nyata, bukan lagi di tataran wacana.
Kembali ke Indonesia, siang tadi saya ke sebuah food court ternama yang sudah menggunakan pembayaran dalam bentuk kartu. Pelanggan harus menukar uang tunai dengan kartu. Saya ditawarkan dua jenis kartu, apakah mau biasa atau mau member. Jika member tidak ada batas waktu tetapi kalau kartu biasa sisa uang hanya bertahan 30 hari, jika tidak diuangkan maka akan hangus. Tentu maksudnya supaya orang pegang kartu member. Saya jarang bersantap di sana sehingga memutuskan untuk menggunakan kartu biasa saja. Ketika ingin membayar dengan kartu kredit, dikatakan tidak bisa bayar dengan kartu kredit jika kartu biasa. Baiklah saya tanya boleh pakai kartu debit? Dijawab boleh tetapi saldo yang boleh ditarik harus menyisakan sejumlah dana, artinya tidak boleh ditarik semua. Begitu sulitnya menggunakan pembayaran tanpa uang tunai. Begitu banyak persyaratannya. Akhirnya lagi-lagi saya bayar tunai, lagi.
Beginilah sikap pelaku bisnis kita. Masih mengutamakan pembayaran dengan uang tunai. Kita ingat ketika pemerintah memaksa pembayaran jalan tol semua dengan uang tunai. Banyak sekali suara sumbang yang protes. Tidak haya dari pengguna, pengelola pun mempersulit. Contohnya, pihak bank akan mengenakan biaya untuk penambahan saldo kartu uang elektronik, untungnya akhirnya dibatalkan.
Beberapa peritel pun mempersulit pembayaran tanpa uang tunai dengan pengenaan biaya pada kartu kredit dan dengar-dengar pihak bank juga memperparah keadaan dengan rencana pengenaan biaya kepada pihak peritel atas pemakaian kartu debit.
Tampak sekali baik masyarakat, pelaku usaha, maupun pemerintah tidak sepenuhnya siap dalam menuju masyarakat tanpa uang tunai.

Di Indonesia wacana dari lembaga keuangan baik bank mau pun non bank sudah banyak berwacana mengenai financial technology tetapi geraknya masih sangat lambat bila kita membandingkan dengan negara lain. Padahal penggunaan tanpa uang tunai lebih banyak manfaatnya. Sudah saatnya semua pihak bersatu padu mewujudkannya.

No comments:

Post a Comment

Note: only a member of this blog may post a comment.