Tuesday 31 January 2017

Harga Bukanlah Segalanya

Perekonomian Indonesia di dua tahun terakhir ini tidak bisa dikatakan baik dan hal itu berimbas kepada performa pebisnis retail khususnya di daerah yang tingkat persaingannya padat. Di beberapa daerah yang tingkat persaingannya belum tinggi memang tidak terlalu mengalami penurunan pejualan.

Dalam situasi perekonomian yang tidak begitu bagus maka harga menjadi hal yang sensitif bagi konsumen karena itu tidak heran jika pebisnis paling sering memainkan faktor harga guna menghadapi persaingan. Saya pribadi tidak sepakat sepenuhnya dengan hal ini. Karena jika harga semata yang dijadikan alat untuk bersaing maka dapat saya katakan bahwa pemain besar dengan modal besar tentu lebih mampu untuk berperang dengan menggunakan faktor harga.
Pengalaman saya beberapa hari ini dengan mengamati apa yang dilakukan dua pemain besar skala hypermarket. Pertama saya melihat harga di hypermarket merk H, hari berikutnya saya masuk ke hypermarket merk C. Dari pengamatan sekilas saya tahu bahwa harga-harga di hypermarket C memang lebih murah ditambah lagi dengan menggunakan kartu kredit tertentu konsumen yang berbelanja masih mendapatkan tambahan diskon 10%. Luar biasa bukan? Sudah lebih murah apalagi jika ditambah diskon tambahan 10% lagi. 

Jika demikian apakah masih ada peluang bagi peritel dengan skala yang lebih kecil baik dari segi ukuran maupun dari segi permodalan.

Saya berbincang dengan beberapa orang mengenai pola belanjanya. Apakah mereka sepakat dengan harga dari pemain besar yang bisa lebih murah secara signifikan. Ternyata konsumen tahu bahwa harga di hypermarket C bisa murah banyak namun faktanya mereka tetap saja tidak belanja setiap saat di hypermarket tersebut dan tetap berbelanja secara acak. Lalu apa penyebabnya? Di sinilah saya melihat dan menegaskan kembali bahwa harga bukanlah segala-galanya.

Akses ke Lokasi
Lokasi tentu berperan penting. Dekat itu penting namun jika tidak mudah diakses maka akan menjadi hambatan untuk dikunjungi. Ciri lokasi yang baik salah satunya adalah kemudahan untuk diakses. Secara jarak bisa terhitung dekat namun jika tidak mudah diakses maka toko tersebut bisa dikalahkan.
Karena alasan itu maka memang peritel yang mengerti sekali pentingnya kedekatan dengan pelanggan akan membuka lebih banyak cabang. Namun karena keterbatasan lahan dan ruang yang cukup besar maka peritel skala hypermarket akan menghadapi kendala untuk mendapatkan tempat bagi ekspansinya. Di sinilah peritel skala kecil seperti minimarket dan midimarket sampat dengan supermarket mendapatkan peluangnya. Dengan kebutuhan ruang toko 300 sampai 500 meter persegi mereka bisa mengisi ceruk-ceruk lokasi dengan leluasa.

Di pemukiman padat ada sebuah supermarket yang mengepung hunian dengan 2 sampai 3 tokonya dengan hasil yang masih sangat bagus. Mereka tidak takut terjadinya kanibalisasi di antara cabang mereka. Mereka sadar sekali bahwa dekat saja tidak cukup jika sulit diaksess. Kesulitan akses bisa karena kemacetan lalu lintas. Adanya pengaturan arus lalu lintas sehingga jarak yang dekat tadi bisa menjadi jauh atau lama dikarenakan harus berputar arah dan menghadapi kemacetan.

Kecepatan dalam Proses Belanja
Selain cepat dijangkau hal lain yang menjadi kesukaan konsumen adalah kecepatan dalam proses belanja. Belanja di hypermarket yang segalanya berukuran besar menjadi kekurangan bagi konsumen yang memiliki keterbatasan waktu. Belanja di hypermarket menghabiskan waktu 40 sampai 60 menit sedangkan di supermarket berukuran sedang hanya membutuhkan waktu lebih kurang 30 menit saja.

Kelengkapan Pilihan Barang
Bagaimana mungkin supermarket yang secara ukuran lebih kecil bisa disebut lengkap dibanding dengan hypermarket yang berukuran lebih besar sehingga dengan sendirinya mampu memberikan pilihan yang lebih beragam? Di sinilah pengertian lengkap bagi pelaku bisnis retail harus diperbaiki. Banyak peritel kecil dan menengah merasa rendah diri bahwa mereka akan kalah lengkap dibanding dengan peritel yang lebih besar. Hal itu sama sekali tidak benar. Lengkap bukan soal lebih besar. Lengkap bukan semata soal lebih banyak assortment (jumlah jenis barang). Lengkap yang sesungguhanya adalah selama assortment yang disediakan menjawab kebutuhan pelanggan. Sekali lagi saya tekankan, jenis barang yang menjawab kebutuhan pelanggan. Jadi peritel harus tahu apa yang dibutuhkan pelanggannya.

Dari tiga hal yang saya sampaikan di atas tidak ada satupun faktor harga yang menjadi pilihan utama. Tentu saja bukan berarti harga tidak penting namun yang saya tekankan adalah bahwa harga bukanlah segala-galanya. Bahkan di supermarket yang ambience tokonya tidak keren pun tetap mampu menarik pelanggan sejauh mudah diakses, pelayanan yang cepat, dan yang mampu menyediakan pilihan yang lengkap maka peritel tersebut tetap mampu merebut pangsa pasar di antara banyaknya pemain yang lebih besar.
Semoga bermanfaat.


#pricingstrategy #strategiharga #faktorpenentupenjualan #kompetisi #persainganbisnis