Sunday 17 December 2017

Tujuh (7) Plus 1 Tips untuk Meningkatkan Penjualan di Akhir Tahun

Para peritel sedang menghadapi musim ramai, belanja liburan, belanja Natal, dan belanja akhir tahun. Tidak banyak waktu tersisa karena kita sudah berada di pertengahan bulan Desember dan waktu menuju akhir tahun tinggal sekitar dua minggu saja. Saat belanja untuk hari Natal dan Tahun Baru harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Kita lihat hampir semua peritel mengeluarkan berbagai jurus agar waktu yang tidak begitu banyak ini bisa dimanfaatkan sebanyak-banyaknya. Untuk beberapa peritel sisa waktu di penghujung tahun ini akan menjadi pertaruhan terakhir mengingat lesunya penjualan sepanjang tahun ini.
Berikut beberapa tips yang harus dilakukan oleh peritel untuk memanfaatkan kehadiran pengunjung ke tokonya agar tidak kehilangan penjualan dan bisa meningkatkan nilai belanja per basket di saat ramai.

1.       Sodorkan Keranjang Belanja
Menurut laporan Paco Underhill dari 100 orang yang masuk ke toko, 75% pelanggan yang membawa keranjang belanja pasti membeli sesuatu dibanding yang tidak membawa keranjang, hanya 34% saja yang belanja. Karena itu pastikan sales advisor kita menyodorkan keranjang belanjan kepada pelanggan yang sudah ada di lorong-lorong toko. Beberapa akan menolak namun beberapa lagi akan mengambil karena sudah disediakan.
2.       Bebaskan Tangan Pelanggan
Seperti kita ketahui tangan kita hanya dua. Jika sudah dua atau tiga barang dipegang maka pelanggan sudah akan kewalahan sehingga ada kecendrungan mereka akan mengakhiri proses belanja. Sales advisor kita di lapangan harus jeli dan segera memberikan bantuan dengan menyodorkan keranjang belanja atau keranjang belanja beroda sehingga pelanggan tidak keberatan. Ketika tangannya kosong maka mereka merasa bebas dan melanjutkan aktivitas keliling toko untuk melihat-lihat. Makin lama pelanggan ada di toko kita makin besar pula kesempatan untuk terjadinya penjualan lebih banyak.
3.       Sales Advisor di Lapangan
Pastikan Sales Advisor kita ada di lorong-lorong. Semua ada di lapangan, bukan waktunya untuk mengerjakan pekerjaan administrasi. Di saat-saat ramai ada saja yang membutuhkan bantuan. Saatnya melakukan add on (tambahan penjualan) dari apa yang sudah mereka beli. Tawarkan produk yang turun harga, atau sedang promosi. Tawarkan barang baru kepada pelanggan. Tanyakan apa lagi yang mereka butuhkan. Tawarkan barang-barang pelengkap. Jika seseorang membeli kopi, tawarkan krim, gula, dan lain-lain lagi. Temani mereka, antar mereka ke lokasi barang yang dicarinya.
4.       Sediakan Barang-barang Murah dan Menarik
Letakkan barang-barang murah seharga di bawah 15 ribu di area kasir atau menuju kasir selagi mereka antri. Barang-barang yang lucu, berguna, dan menarik. Tawarkan kepada pelanggan untuk mengambil. Tambahkan tulisan yang mendorong pelanggan untuk sekalian membelinya sebagai hadiah.
5.       Potong antrian
Di saat-saat terakhir belanja akan terjadi lonjakan pembelanja baik yang akan membayar maupun yang akan membungkus kado buat hadiah. Pisahkan lokasi membayar dengan konter layanan pelanggan dan bungkus kado. Minta nomor telepon genggam pelanggan, mereka akan dihubungi begitu kado barang mereka selesai dibungkus sehingga mereka tidak perlu membuang waktu menunggui pengerjaan bungkus kadonya. Nomor telpon yang diperoleh bisa diberikan ke petugas layanan pelanggan untuk dipergunakan di kemudian hari untuk tujuan survei dan penawaran promosi berikutnya.
6.       Manager Toko di Lapangan
Pastikan manager toko dan para kepala divisi ada di lapangan dan memantau semua situasi mulai dari parkiran, keluar masuk kendaraan agar tidak terjadi kemacetan di area keluar masuk area parkir. Di dalam toko, di kasir mana terjadi antrian, kerahkan bantuan agar tidak terjadi antrian. Kasir hanya fokur melayani transaksi. Biarkan aktivitas mengantongi barang belanjaan diserahkan ke petugas packer bantuan dari pegawai paruh waktu yang sengaja direkrut untuk membantu situasi ramai. Keberadaan manager di lapangan untuk memastikan tidak ada satu bagian pun yang terbengkalai. Perhatikan jam istirahat personel toko agar tidak terjadi kekosongan di lapangan.
7.       Bersih dan Teratur
Di saat ramai toko kita sangat mungkin menjadi semrawut dan tidak bersih. Sewa pekerja harian atau pekerja paruh waktu untuk membantu kebersihan dan keteraturan. Pengunjung menjadi lebih tertekan jika dalam waktu yang sempit harus berbelanja di tengah kesemerawutan.
8.       Bantu Pelanggan Mengambil Keputusan
Di dalam situasi ramai di mana banyak pelanggan yang harus dilayani, berikan kemudahan bagi pelanggan mengambil keputusan. Contoh: situasi ramai sekali tidak cukup waktu untuk mencobai sebuah produk, belum lagi mengemas kembali barang setelah dicoba khususnya barang berukuran besar. Waktu pelanggan terbatas. Berikan garansi bila ada kerusakan dan barang tidak berfungsi dengan baik maka bawa ke sini akan ditukar yang baru atau money back guarantee. Dengan jawaban itu maka pelanggan tidak ragu mengambil keputusan sekarang juga ditambah mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk melayani satu pelanggan. Dalam situasi ramai sekali ada banyak pelanggan lain yang bisa dilayani


Beberapa peritel sibuk mendatangkan lebih banyak orang ke tokonya tetapi seringkali gagal melakukan hal yang benar ketika mereka sduah datang. Segera terapkan tips di atas dan nikmati peningkatan sales di sisa waktu yang ada guna mengejar target penjualan tahun ini.

Catatan: tulisan ini terinspirasi oleh artikel yang ditulis Bob Phibbs namun saya sesuaikan untuk kebutuhan dan situasi di Indonesia. 




Friday 1 December 2017

Susahnya Menuju Masyarakat Cashless di Indonesia

Beberapa waktu lalu saya mengunjungi beberapa kota di negara Tiongkok selama beberapa hari. Saya mengamati apa yang terjadi dengan masyarakat di sana. Sesuatu yang tidak saya duga adalah betapa gaya hidup masyarakat sudah berubah total melampaui perkiraan saya sebelumnya. Apa yang kita dengar tentang gaya hidup masa depan terlihat sudah terjadi dengan sangat maju. Saya ingin membahasnya sesuai judul di atas yaitu mengenai alat pembayaran masa depan.
Pada tahun 2013 saya mendengar di Indonesia sudah diwacanakan mengenai upaya pemerintah mengajak masyarakat menuju masyarakat tanpa uang tunai (cashless society). Sampai hari ini apa yang kita lihat di Indonesia?

Kembali ke apa yang saya saksikan di negeri Tiongkok. Di sana semua transaksi tunai sudah sangat minim. Transaksi apa pun sudah digantikan dengan transaksi cashless. Di sepanjang jalan kita bisa saksikan sepeda warna warni yang bisa disewa dengan aplikasi yang terdapat pada smartphone. Penyewa harus mengunduh aplikasi ke smartphone-nya lalu bisa memindai kode barcode yang terdapat pada sepeda, lalu penyewa akan dikirimi kode password untuk membuka kunci sepeda, maka sepeda bisa dipakai. Penyewa bisa menyudahi sewa sepeda dengan memarkir sepedanya di tempat tujuan lalu menguncinya, maka pemilik sepeda akan mengenakan biaya 1 yuan atas sewa sepeda selama kurang dari 1 jam.
Saya pergi ke supermarket dan menyaksikan bagaimana masyarakat Tiongkok belanja di supermarket. Rata-rata tidak mengeluarkan dompet ketika membayar. Yang dikeluarkan adalah smartphone-nya. Di smartphone sudah ada e-wallet dari WeChatPay atau Alipay, dua nama besar yang merajai e-wallet di Tiongkok. Pengguna tinggal mengeluarkan QR code pada layar smartphone-nya, dipindai pada alat scanner kasir ketika harus membayar. Selesai sudah proses pembayaran.
Jangankan supermarket yang cukup besar. Di kios-kios makanan pinggir jalan pun, semua gerobak sudah memasang info bahwa mereka menerima pembayaran dengan Wechatpay atau Alipay. Singkat kata budaya cashless sudah benar-benar terjadi di masyarakat Tiongkok secara nyata, bukan lagi di tataran wacana.
Kembali ke Indonesia, siang tadi saya ke sebuah food court ternama yang sudah menggunakan pembayaran dalam bentuk kartu. Pelanggan harus menukar uang tunai dengan kartu. Saya ditawarkan dua jenis kartu, apakah mau biasa atau mau member. Jika member tidak ada batas waktu tetapi kalau kartu biasa sisa uang hanya bertahan 30 hari, jika tidak diuangkan maka akan hangus. Tentu maksudnya supaya orang pegang kartu member. Saya jarang bersantap di sana sehingga memutuskan untuk menggunakan kartu biasa saja. Ketika ingin membayar dengan kartu kredit, dikatakan tidak bisa bayar dengan kartu kredit jika kartu biasa. Baiklah saya tanya boleh pakai kartu debit? Dijawab boleh tetapi saldo yang boleh ditarik harus menyisakan sejumlah dana, artinya tidak boleh ditarik semua. Begitu sulitnya menggunakan pembayaran tanpa uang tunai. Begitu banyak persyaratannya. Akhirnya lagi-lagi saya bayar tunai, lagi.
Beginilah sikap pelaku bisnis kita. Masih mengutamakan pembayaran dengan uang tunai. Kita ingat ketika pemerintah memaksa pembayaran jalan tol semua dengan uang tunai. Banyak sekali suara sumbang yang protes. Tidak haya dari pengguna, pengelola pun mempersulit. Contohnya, pihak bank akan mengenakan biaya untuk penambahan saldo kartu uang elektronik, untungnya akhirnya dibatalkan.
Beberapa peritel pun mempersulit pembayaran tanpa uang tunai dengan pengenaan biaya pada kartu kredit dan dengar-dengar pihak bank juga memperparah keadaan dengan rencana pengenaan biaya kepada pihak peritel atas pemakaian kartu debit.
Tampak sekali baik masyarakat, pelaku usaha, maupun pemerintah tidak sepenuhnya siap dalam menuju masyarakat tanpa uang tunai.

Di Indonesia wacana dari lembaga keuangan baik bank mau pun non bank sudah banyak berwacana mengenai financial technology tetapi geraknya masih sangat lambat bila kita membandingkan dengan negara lain. Padahal penggunaan tanpa uang tunai lebih banyak manfaatnya. Sudah saatnya semua pihak bersatu padu mewujudkannya.

Tuesday 31 January 2017

Harga Bukanlah Segalanya

Perekonomian Indonesia di dua tahun terakhir ini tidak bisa dikatakan baik dan hal itu berimbas kepada performa pebisnis retail khususnya di daerah yang tingkat persaingannya padat. Di beberapa daerah yang tingkat persaingannya belum tinggi memang tidak terlalu mengalami penurunan pejualan.

Dalam situasi perekonomian yang tidak begitu bagus maka harga menjadi hal yang sensitif bagi konsumen karena itu tidak heran jika pebisnis paling sering memainkan faktor harga guna menghadapi persaingan. Saya pribadi tidak sepakat sepenuhnya dengan hal ini. Karena jika harga semata yang dijadikan alat untuk bersaing maka dapat saya katakan bahwa pemain besar dengan modal besar tentu lebih mampu untuk berperang dengan menggunakan faktor harga.
Pengalaman saya beberapa hari ini dengan mengamati apa yang dilakukan dua pemain besar skala hypermarket. Pertama saya melihat harga di hypermarket merk H, hari berikutnya saya masuk ke hypermarket merk C. Dari pengamatan sekilas saya tahu bahwa harga-harga di hypermarket C memang lebih murah ditambah lagi dengan menggunakan kartu kredit tertentu konsumen yang berbelanja masih mendapatkan tambahan diskon 10%. Luar biasa bukan? Sudah lebih murah apalagi jika ditambah diskon tambahan 10% lagi. 

Jika demikian apakah masih ada peluang bagi peritel dengan skala yang lebih kecil baik dari segi ukuran maupun dari segi permodalan.

Saya berbincang dengan beberapa orang mengenai pola belanjanya. Apakah mereka sepakat dengan harga dari pemain besar yang bisa lebih murah secara signifikan. Ternyata konsumen tahu bahwa harga di hypermarket C bisa murah banyak namun faktanya mereka tetap saja tidak belanja setiap saat di hypermarket tersebut dan tetap berbelanja secara acak. Lalu apa penyebabnya? Di sinilah saya melihat dan menegaskan kembali bahwa harga bukanlah segala-galanya.

Akses ke Lokasi
Lokasi tentu berperan penting. Dekat itu penting namun jika tidak mudah diakses maka akan menjadi hambatan untuk dikunjungi. Ciri lokasi yang baik salah satunya adalah kemudahan untuk diakses. Secara jarak bisa terhitung dekat namun jika tidak mudah diakses maka toko tersebut bisa dikalahkan.
Karena alasan itu maka memang peritel yang mengerti sekali pentingnya kedekatan dengan pelanggan akan membuka lebih banyak cabang. Namun karena keterbatasan lahan dan ruang yang cukup besar maka peritel skala hypermarket akan menghadapi kendala untuk mendapatkan tempat bagi ekspansinya. Di sinilah peritel skala kecil seperti minimarket dan midimarket sampat dengan supermarket mendapatkan peluangnya. Dengan kebutuhan ruang toko 300 sampai 500 meter persegi mereka bisa mengisi ceruk-ceruk lokasi dengan leluasa.

Di pemukiman padat ada sebuah supermarket yang mengepung hunian dengan 2 sampai 3 tokonya dengan hasil yang masih sangat bagus. Mereka tidak takut terjadinya kanibalisasi di antara cabang mereka. Mereka sadar sekali bahwa dekat saja tidak cukup jika sulit diaksess. Kesulitan akses bisa karena kemacetan lalu lintas. Adanya pengaturan arus lalu lintas sehingga jarak yang dekat tadi bisa menjadi jauh atau lama dikarenakan harus berputar arah dan menghadapi kemacetan.

Kecepatan dalam Proses Belanja
Selain cepat dijangkau hal lain yang menjadi kesukaan konsumen adalah kecepatan dalam proses belanja. Belanja di hypermarket yang segalanya berukuran besar menjadi kekurangan bagi konsumen yang memiliki keterbatasan waktu. Belanja di hypermarket menghabiskan waktu 40 sampai 60 menit sedangkan di supermarket berukuran sedang hanya membutuhkan waktu lebih kurang 30 menit saja.

Kelengkapan Pilihan Barang
Bagaimana mungkin supermarket yang secara ukuran lebih kecil bisa disebut lengkap dibanding dengan hypermarket yang berukuran lebih besar sehingga dengan sendirinya mampu memberikan pilihan yang lebih beragam? Di sinilah pengertian lengkap bagi pelaku bisnis retail harus diperbaiki. Banyak peritel kecil dan menengah merasa rendah diri bahwa mereka akan kalah lengkap dibanding dengan peritel yang lebih besar. Hal itu sama sekali tidak benar. Lengkap bukan soal lebih besar. Lengkap bukan semata soal lebih banyak assortment (jumlah jenis barang). Lengkap yang sesungguhanya adalah selama assortment yang disediakan menjawab kebutuhan pelanggan. Sekali lagi saya tekankan, jenis barang yang menjawab kebutuhan pelanggan. Jadi peritel harus tahu apa yang dibutuhkan pelanggannya.

Dari tiga hal yang saya sampaikan di atas tidak ada satupun faktor harga yang menjadi pilihan utama. Tentu saja bukan berarti harga tidak penting namun yang saya tekankan adalah bahwa harga bukanlah segala-galanya. Bahkan di supermarket yang ambience tokonya tidak keren pun tetap mampu menarik pelanggan sejauh mudah diakses, pelayanan yang cepat, dan yang mampu menyediakan pilihan yang lengkap maka peritel tersebut tetap mampu merebut pangsa pasar di antara banyaknya pemain yang lebih besar.
Semoga bermanfaat.


#pricingstrategy #strategiharga #faktorpenentupenjualan #kompetisi #persainganbisnis